-->

pendidikan multikultur



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Masyarakat Multikultur. Dengan selesainya makalah  ini, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunannya terutama kepada:
1.      Nur Hidayah, M.Si selaku dosen mata kuliah Masyarakat Multikultur
2.      Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu di dalam proses penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah yang ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun.




Yogyakarta, September 2013
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               Penyusun





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Keragaman budaya dalam satu komunitas merupakan modal pemberdayaan, terutama dalam proses pendidikan. Meski demikian sekolah belum dilihat sebagai institusi budaya dan sebagai ajang interaksi antaranggota masyarakat. Padahal sekolah dapat berfungsi menjadi tempat bertemunya berbagai kepentingan kelembagaan, seperti keluarga, manajemen birokrasi pendidikan dan pasar kerja. Pergumulan berbagai lembaga ini akan memberi warna terhadap pemecahan masalah fungsional dalam pendidikan yang dihadapi masyarakatnya.
Pada zaman pemerintah kolonial Belanda sekalipun Indonesia memiliki beragam suku dan kepentingan namun pemerintah tidak melakukan tugas untuk mengubah gaya hidup yang ada. Pendidikan di Indonesia sejak awal tidak digunakan sebagai sarana mendorong integrasi dalam masyarakat, tetapi sarana yang berfungsi untuk setiap kelompok sosial menurut tingkat kemajuan sosialnya.  Disengaja ataupun tidak, sistem pendidikan mencerminkan atau mempertahankan keanekaragaman masyarakat Indonesia.
Adanya stratifikasi dalam dunia pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu. Hal itu bisa kita lihat ketika zaman colonial Belanda. Pada zaman itu pendidikan di Indonesia sudah terdapat stratifikasi sosial, dimana warga pribumi tidak boleh sekolah di tempat milik Belanda, kecuali orang-orang yang berasal dari keluarga yang setara dengan kehidupan orang Belanda. Adanya stratifikasi dalam dunia pendidikan itulah yang menghambat pendidikan multikultur di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
a.        Bagaimana masyarakat multikultur di Indonesia?
b.       Bagaimana pendidikan multikultur di Indonesia?
c.        Bagaimana pendidikan multikultur di luar negeri (Malaysia)?
d.       Apa contoh pendidikan multikultur yang sudah diterapkan di Indonesia?
C.    Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui keadaan masyarakat multikultur di Indonesia
b.      Untuk mengetahui pendidikan multikultur di Indonesia
c.       Untuk mengetahui pendidikan multikultur di luar negeri (Malaysia)
d.      Untuk mengetahui contoh pendidikan multikultur yang sudah diterapkan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Andersen dan Cusher mengatakan bahwa pendidikan multikutural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian, James Banks mendefinisikan pendidikan multikutural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya, pendidikan multicultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan). Sejalan dengan pemikiran di atas, Muhaemin el Ma’hady berpendapat, bahwa secara sederhana pendidikan multicultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan cultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan ( global ).
Banyak para ilmuan yang sudah menjelaskan mengenai pengertian pendidikan multikultur, namun bagaimana dengan penerapannya Indonesia? Di awal kemerdekaan Indonesia sekolah multikultur memang belum dikembangkan dalam bentuk kebijakan nasional pemerintah. Baru pada pemerintahan Republik, muncul upaya memberi peluang kepada berbagai etnis untuk memasuki pendidikan di sekolah negeri, yang mana murid di sekolah ini berasal dari berbagai kalangan. Pada saat ini banyak juga sekolah swasta yang diselenggarakan oleh misi Katolik yang melayani pendidikan bagi masyarakat terbuka. Pada awalnya sekolah swasta memiliki tujuan sosial dan kemanusiaan, sehingga sekolah swasta di beberapa pemukiman menjadi pelopor pergaulan multikultur. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, karena setelah terjadi peningkatan pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan Soeharto, pendidikan mulai mengalami segregasi sosial yang tajam. Anak-anak dari keluarga yang kaya kemudian memilih sekolah yang dapat melayani kebutuhan mereka, banyak sekolah swasta yang secara alamiah berubah sesuai dengan tuntutan pasar. Anak-anak keturunan Cina, keluarga Kristen, keluarga kaya kemudian memilih sekolah mereka sendiri. Mereka meninggalkan sekolah negeri karena menganggap sekolah tersebut diperuntukkan bagi keluarga pribumi dan kelas menengah (Salim, 2007).


A.    Pendidikan Multikultur di Indonesia
Keragaman budaya dalam satu komunitas merupakan modal pemberdayaan, terutama dalam proses pendidikan. Meski demikian sekolah belum dilihat sebagai institusi budaya dan sebagai ajang interaksi antaranggota masyarakat. Padahal sekolah dapat berfungsi menjadi tempat bertemunya berbagai kepentingan kelembagaan, seperti keluarga, manajemen birokrasi pendidikan dan pasar kerja. Pergumulan berbagai lembaga ini akan memberi warna terhadap pemecahan masalah fungsional dalam pendidikan yang dihadapi masyarakatnya.
Di Indonesia keberadaan sekolah unggulan masih menjadi suatu polemik bagi terwujudnya pendidikan multikultur. Hal ini dikarenakan pendidikan unggulan yang berkembang di Indonesia justru sangat jauh dari sistem komunikasi dan interaksi sosial yang bersifat demokratis. Pendidikan unggulan yang diwakili sekolah unggulan dan favorit, sangat memihak pada kepentingan kelompok-kelompok tertentu di masyarakat sehingga tidak berhasil menumbuhkan “social competition”. Di sekolah unggulan yang terjadi adalah saling menguatnya sistem pergaulan dalam stratifikasi yang homogeny (ras, kelas sosial, dll), sehingga tidak memberi peluang adanya interaksi sosial yang sehat dan wajar (alamiah).
Pendidikan nasional sudah saatnya diwawas dalam bentuk kepentingan pengembangan budaya masyarakat. Persoalan mengenai konsep integrasi mungkin lebih penad sebagai filosofi dasar persoalan pendidikan bangsa. Sistem pendidikan nasional, secara empiric harus berusaha menganyam berbagai perbedaan cultural, aspirasi dan status. Pendidikan yang dibutuhkan bagi bangsa ini adalah pendidikan kebangsaan yang terintegrasi untuk memupuk semangat persatuan (the sense of oneness) dan kemerdekaan berfikir.
Pendidikan multikultur di Indonesia pernah berlangsung pada masa pemerintahan Soekarno (sebelum 1965), yaitu ketika banyak sekolah swasta didirikan oleh kalangan minoritas keturunan Cina di berbagai kota besar di Indonesia. Ternyata jenis sekolah itu banyak diminati oleh kelompok masyarakat pribumi dari kelompok agama Kristen dan masyarakat berpenghasilan menengah. Sekolah multikultur juga pernah ada di Indonesia pada  awal pemerintahan Republik, pada saat ini muncul upaya memberi peluang kepada berbagai etnis untuk memasuki pendidikan di sekolah negeri, yang mana murid di sekolah ini berasal dari berbagai kalangan. Namun karena adanya kebutuhan tertentu dari masyarakat maka sekolah inipun lambat laun mulai ditinggalkan (Salim, 2007).
Pendidikan nasional yang ideal harus mengacu kepada peningkatan kesejahteraan umat manusia yang bertolak dari keserasian intrinsik dan juga bertolak dari upaya penggabungan perbedaan-perbedaan yang ada namun, pendidikan multikultur harus memperhatikan basis kultural. Dan kini hal itu mulai di praktikkan dalam dunia pendidikan kita. sistem pendidikan di Indonesia kini banyak yang mengacu pada pendidikan multikultur, terutama pada perguruan tinggi. Seiring dengan tingginya kesadaran masyarakat Indonesia akan pendidikan, kini banyak masyarakat Indonesia yang rela menempuh pendidikan di luar kota bahkan di luar negeri demi menyelesaikan studi nya. Hal ini bisa dilihat di salah satu Universitas di Yogyakarta, sebagain besar mahasiswanya berasal dari luar kota, selain itu, di Universitas tersebut juga tidak hanya ada mahasiswa dari lapisan sosial yang sama, namun mereka berasal dari berbagai lapisan sosial yang berbeda, mulai dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Hal ini telah membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia kini sudah mulai mengacu pada pendidikan multikultur.
Di dunia pendidikan kini juga sudah dikembangkan konsep ‘living together’ dengan asumsi bahwa masyarakat dunia akan dapat mempersamakan perbedaan bahasa, nilai-nilai, norma, tradisi, dan pandangan hidup yang terbangun dari perbedaan di dalam kehidupan masyarakat. Pengertian ‘living together’ menempatkan adanya aspek pergaulan yang bersifat ‘heterokultural’. Konsep ‘living together’ tampaknya lebih dekat untuk menggambarkan adanya proses interrelasi antara unsur-unsur terkecil dalam budaya lokal untuk membangaun karakteristik multikultur dalam masyarakat. Contoh dari konsep ‘living together’ dalam dunia pendidikan adalah adanya pertukaran pelajar antar sekolah ataupun universitas dalam negeri maupun  luar negeri. Dan juga adanya program kerjasama. Kedua contoh ini telah menunjukkan bahwa kini sistem pendidikan di Indonesia telah mengembangkan pendidikan multikultur (Yulaelawati, 2002 dalam Indonesia Belajarlah!).
Paradigma multikultural secara implisit menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultur adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.  Tujuan lain dari pendidikan multikultur adalah untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya.
Aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis (http://pendidikanmultikulturalku.blogspot.com/).

B.     Pendidikan Multikultur di Luar Negeri (Malaysia)
Di Malaysia, saat DR. Mahatir Mohamad menduduki jabatan sebagai Menteri Pendidikan (1974-1978) kebijakan dasar untuk bidang pendidikan mengarah kepada persatuan nasional (national unity). Malaysia menyadari bahwa kejayaan bangsa bertolak dan dibangun dari perbedaan rasial atau kemajemukan masyarakat. Bangsa Malaysia terdiri dari beragam etnik (Melayu, Cina, India, dan Arab), sehingga perlu dipersatukan dengan nilai kebangsaan yang jelas (values system of the Malays). Kebijaksanaan pendidikan dimasa DR. Mahatir Mohamad adalah mendirikan banyak sekolah multikultural yang mengatasi perbedaan suku, agama, ideology, dan kepemilikan modal. Perkara yang lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan multikultural adalah bagaimana didalam sekolah itu akhirnya tumbuh secara alamiah perasaan emosional yang menyatu antara warga masyarakat dari berbagai stratifikasi sosial. Didalam lembaga sekolah itu terjadi pergaulan antar-budaya yang sangat intensif, sehingga terjadi proses integrasi nasional dengan menciptakan persamaan (commonality) dan keserasian menerapkan ciri-ciri persamaan dan menghargai adanya perbedaan. Dengan membangun landasan kebangsaan melalui sekolah multikultural, Malaysia berhasil menyikapi dengan tepat masalah-masalah besar yang cukup mendasar dibidang ekonomi, politik, ideology, dan agama.
        Tampaknya di Malaysia pembangunan pendidikan yang berbasis pada pengembangan kebangsaan dapat dirunut sebagai upaya pembudayaan pendidikan nasional. Pembangunan yang mengutamakan keragaman kultural, pendidikan yang pada tingkat mikro menumbuhkembangkan basis kultural lokal secara optimal tetapi memiliki tujuan makro yang jangka panjang dengan menciptakan emosi dan toleransi bersama. Pendidikan multikultural menjadi komoditas strategis bagi pembangunan bangsa, yaitu menghubungkan langsung antara pembangunan kognisi, emosi, dan memadukanya dalam perilaku dibidang ekonomi, sosial, dan politik (Salim, 2007). 
C.    Permasalahan Pendidikan Multikultur di Indonesia
Penyelenggarakan pendidikan multikultur di Indonesia tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak permasalahan yang di hadapi oleh Indonesia, masalah tersebut antaralain (http://snb.or.id/article/16/problema-pendidikan-multikultural-di-indonesia):
a.     Keragaman Identitas Budaya Daerah
Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antar budaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat menjadi konflik. Konflik-konflik yang terjadi selama ini di Indonesia dilatar belakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama dan rasa, misalnya peristiwa Sampit. Keragaman ini dapat digunakan oleh provokator untuk dijadikan isu yang memancing persoalan.
Dalam  mengantisipasi  hal  itu,  keragaman yang ada harus diakui sebagai sesuatu yang mesti ada dan dibiarkan tumbuh sewajarnya. Selanjutnya, diperlukan suatu manajemen konflik agar potensi konflik dapat terkoreksi secara dini untuk ditempuh langkah-langkah pemecahannya, termasuk di dalamnya melalui Pendidikan Multikultural. Adanya Pendidikan Multikultural itu diharapkan masing-masing warga daerah  tertentu bisa mengenal, memahami, menghayati dan bisa saling berkomunikasi.
b.   Kurang Kokohnya Nasionalisme
Nasionalisme dan rasa cinta terhadap Pancasila kini perlu ditegakkan kembali dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena Bangsa Indonesia sangat membutuhkan semangat nasionalisme dari para generasi mudanya. Semangat nasionalisme yang kokoh mampu untuk meredam dan menghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini. Sejarah juga telah menunjukkan peranan Pancasila yang kokoh mampu untuk menyatukan primordial kedaerahan.
c.    Fanatisme Sempit
Fanatisme sempit yaitu seseorang yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar, paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini. Contoh dari fanatisme sempit adalah kecintaan pada klub sepak bola idolanya yang berlebihan. Kecintaan yang berlebihan  terhadap kelompoknya dan memusuhi kelompok lain secara membabi buta adalah suatu hal yang tidak sehat apalagi sampai terjadi pelemparan terhadap pemain lawan, pengrusakan mobil dan benda-benda yang ada di sekitar stadion ketika tim kesayangannya kalah.

D.    Contoh penerapan pendidikan multikultur di Indonesia
Pendidikan multikultur kini sudah banyak diterapkan di Indonesia terlebih di perguruan tinggi. Di bawah ini beberapa contoh pendidikan multikultur yang diterapkan di perguruan tinggi:

Sebanyak 40 mahasiswa asing penerima beasiswa KNB/Darmasiswa, dan dosen tamu internasional yang tengah belajar/membantu mengajar di UNY, yang bekerjasama dengan para dosen dan tutor UNY menyelenggarakan International Day. International Day dilaksanakan Selasa, 14/12 di hall rektorat UNY. Mereka menyuguhkan seni dan masakan khas Negara mereka masing-masing. Dalam penyelenggaraannya acara ini sudah diwarnai semangat diversity.
Pada kesempatan tersebut disuguhkan tarian oleh mahasiswa asing dari berbagai negara yaitu tari Lum Tung Waiy dari Laos, tari The Wak Nakhon shi phak dari Thailand, dan tari Tobi dari Papua Nugini (http://uny.ac.id/berita/sebanyak-40-mahasiswa-asing-international-day-di-uny.html).




Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) kedatangan enam mahasiswa asing dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Volunteers in Asia (VIA). Mereka mengikuti kegiatan Summer Course di Kantor Urusan Internasional dan Kemitraan (KUIK) UNY pada 10 Juni hingga 12 Juli 2013. "Keenam mahasiswa tersebut tidak hanya akan belajar Bahasa Indonesia saja, tetapi juga kebudayaannya. Untuk itu, pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) ini juga dikemas dengan beberapa workshop tentang budaya yang diajarkan oleh dosen mata kuliah terkait seperti batik, gamelan, pencak silat, dan memasak makanan tradisional," ujarnya yang dikutip dari laman UNY (http://www.tempo.co/read/news/2012/11/13/079441499/UNY-Ajak-Mahasiswa-Asing-Jadi-Duta-Budaya).


Universitas Negeri Yogyakarta menggelar Culture Camp 2012 pada 12-21 November 2012. Acara ini mengundang puluhan mahasiswa asing yang kuliah di kampus-kampus di Kota Yogyakarta, Semarang, dan Bandung untuk mengenal kekayaan seni dan budaya Indonesia melalui forum seminar, workshop, tinggal di perkampungan, dan festival (http://uny.ac.id/berita/sebanyak-40-mahasiswa-asing-international-day-di-uny.html).
            Berbagai contoh di atas menunjukkan bahwa pendidikan multikultur telah diterapkan di Indonesia. Dan kini yang digencarkan bukan hanya pendidikan multikultur antar orang-orang Indonesia saja, namun kini sudah banyak Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan multikultur lintas Negara atau bekerja sama dengan Negara lain. Program kerjasama tersebut bisa dikatakan sebagai pendidikan multikultur karena di dalam program tersebut antarmahasiswa saling belajar budaya dari Negara lain tanpa adanya pembeda-bedaan atau stratifikasi.



BAB III
KESIMPULAN

Andersen dan Cusher mengatakan bahwa pendidikan multikutural dapat diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Penerapan penidikan multikultur di Indonesia dimulai pada pemerintahan Republik, saat itu muncul upaya memberi peluang kepada berbagai etnis untuk memasuki pendidikan di sekolah negeri, yang mana murid di sekolah ini berasal dari berbagai kalangan. Pada saat ini banyak juga sekolah swasta yang diselenggarakan oleh misi Katolik yang melayani pendidikan bagi masyarakat terbuka. Pada awalnya sekolah swasta memiliki tujuan sosial dan kemanusiaan, sehingga sekolah swasta di beberapa pemukiman menjadi pelopor pergaulan multikultur. Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, karena setelah terjadi peningkatan pembangunan ekonomi pada masa pemerintahan Soeharto, pendidikan mulai mengalami segregasi sosial yang tajam. Anak-anak dari keluarga yang kaya kemudian memilih sekolah yang dapat melayani kebutuhan mereka, banyak sekolah swasta yang secara alamiah berubah sesuai dengan tuntutan pasar. Anak-anak keturunan Cina, keluarga Kristen, keluarga kaya kemudian memilih sekolah mereka sendiri. Sedangkan di Malaysia penyelenggaraan pendidikan multikultur sudah ada sejak 1974-1978 pada pemerintahan DR. Mahatir Mohamad dan dengan adanya hal itu Malaysia mampu mengatasi masalah-masalah yang cukup mendasar dibidang ekonomi, politik, ideology, dan agama.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh Indonesia dalam menyelenggarakan pendidikan multikultur antaralain, Keragaman Identitas Budaya Daerah, kurang kokohnya nasionalisme, fanatisme sempit, dan lain-lain.




DAFTAR PUSTAKA

Salim, Agus. 2007. Indonesia Belajarlah!. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sunarjo. 2012.  Pendidikan Multikultur (http://pendidikanmultikulturalku.blogspot.com/) diakses pada 7 September 2013.
Phierquinn. 2013. Problema pendidikan multikultur (http://snb.or.id/article/16/problema-pendidikan-multikultural-di-indonesia) diakses pada 7 September 2013.
Ade. 2013. Mahasiswa luar negeri di uny.
Witono. 2012. Mahasiswa luar negeri di uny (http://uny.ac.id/berita/sebanyak-40-mahasiswa-asing-international-day-di-uny.html) diakses pada 10 September 2013.
Idhom, addi mawahibun. 2012. Mahasiswa luar negeri di uny.

0 Response to "pendidikan multikultur"

Post a Comment

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaan)

Contoh Penelitian Sederhana, Materi Sosiologi: Metode Penelitian Sosial (Problematika Proses Pembelajaran di Sekolah-Sekolah di Perkotaa...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel